Selamat Datang !

Silahkan Membaca dan berkomentar di blog ini
BEBAS !!!

14 Juni 2009

Pendidikan sebagai Proses Pembudayaan 2

1. Visi Pendidikan Nasional
VISI pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk menggapai tercapainya visi ini, ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan.

Salah satu prinsip yang ditetapkan adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Implikasi dari prinsip pendidikan sebagai proses pembudayaan terjadi pergeseran paradigma dari pengajaran menjadi pembelajaran, yaitu interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Agar mencapai hasil yang optimal proses pembelajaran harus direncanakan, dilaksanakan secara fleksibel, bervariasi, interaktif, inspiratif, menarik, dan menantang siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk berkreasi dan berimprovisasi dalam proses pembelajaran. Dari dasar inilah maka lahir Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Standar proses meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses yang efektif dan efisien. Dalam proses perencanaan guru dituntut membuat silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sedang untuk pelaksanaan ditentukan tentang persyaratan pelaksanaan proses, pelaksanaan pembelajaran dan diukur melalui penilaian. Rangkaian proses akan berjalan dengan baik bila dilengkapi pengawasan yang terwujud dalam pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Melalui sederet aktivitas ini diharapkan proses pembelajaran akan efektif, efisien dan mampu menggapai visi pendidikan yang telah dicanangkan.
2. Pendidikan dan Kebudayaan
Proses belajar dapat terjadi di mana saja sepanjang hayat. Sekolah merupakan salah satu tempat proses belajar terjadi. Sekolah merupakan tempat kebudayaan, karena pada dasarnya proses belajar merupakan proses pembudayaan. Dalam hal ini, proses pembudayaan di sekolah adalah untuk pencapaian akademik siswa, untuk membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya, serta untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik siswa.
Budaya, menurut E.B. Taylor (1871) merupakan “a complex whole which includes knowledge, belief, art, law, morals, customs, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”. Sementara itu, ada lagi definisi yang menyatakan bahwa budaya adalah pola utuh perilaku manusia dan produk yang dihasilkannya yang membawa pola pikir, pola lisan, pola aksi, dan artifak, dan sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk belajar, untuk menyampaikan pengetahuannya kepada generasi berikutnya melalui beragam alat, bahasa, dan pola nalar. Kedua definisi tersebut menyatakan bahwa budaya merupakan suatu kesatuan utuh yang menyeluruh, bahwa budaya memiliki beragam aspek dan perwujudan, serta budaya dipahami melalui suatu proses belajar.
Dengan demikian, belajar budaya merupakan proses belajar satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh dari beragam perwujudan yang dihasilkan dan atau berlaku dalam suatu komunitas. Mata pelajaran yang disuguhkan dalam kurikulum dan diajarkan kepada siswa di sekolah, sebagai pola pikir ilmiah, merupakan salah satu perwujudan budaya, sebagai bagian dari budaya. Bahkan, seorang ahli menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan mencerminkan pencapaian upaya manusia pada saat tertentu berbasiskan pada budaya saat itu.
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi (enculturation), sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi (aculturation). Kedua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas.

3. Peran Pendidik Dalam Proses Pembudayaan
Sehebat apapun isi kurikulum, faktor guru tetap yang paling menentukan keberhasilan pendidikan. Menyimak tuntutan standar proses yang ideal, guru memang telah melangkah membuat perencanaan dalam bentuk silabus dan RPP. Mayoritas pembuatannya secara rombongan melalui ajang pertemuan guru tingkat kabupaten/kota atau tingkat musyawarah guru mata pelajaran tingkat sekolah. Mengingat pembuatannya secara bersama-sama, maka guru ada yang aktif dan pasif sama sekali. Guru pasif ini yang terpenting mendapat hasil tentang rencana pendidikan. Meskipun tidak mudheng, yang terpenting mereka memiliki.
Dari gambaran ini tampak jelas bahwa secara kasat mata mayoritas guru memiliki perencanaan pembelajaran. Namun apakah guru yang bersangkutan paham atau tidak, sampai saat ini belum ada penelitian yang melaksanakan. Padahal perencanaan proses akan terkait erat dengan pelaksanaan penilaian.
Pelaksanaan proses menyangkut tentang persyaratan proses di antaranya ketentuan tentang jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar. Secara ideal rombongan belajar jenjang SD/MI 28 peserta didik, SMP 32 peserta didik, SMA/SMK/MA juga 32 peseta didik. Standar ini mayoritas tidak digubris oleh pelaksana tingkat satuan pendidikan. Dengan dalih kecilnya jumlah sumbangan baik SD, SMP dan SMA, mayoritas sekolah belum taat ketentuan ini. Banyak ditemukan rombongan belajar SD 50 siswa, SMP, SMA mencapai 38 atau bahkan ada yang 40 siswa.
Fakta ini menggambarkan bahwa standar proses pendidikan selama ini belum memenuhi syarat yang ditentukan. Kondisi ini diperparah lagi dengan ketentuan kerja minimal guru, buku teks pelajaran dan pengelolaan kelas. Belum banyak rasio buku teks untuk peserta didik 1: 1 per mata pelajaran. Bahkan sarana buku di perpustakaan masih sangat jauh dari cukup dengan kebutuhan siswa. Menyangkut tentang penilaian hasil pembelajaran belum banyak penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dengan menggunakan tes dan nontes, pengamatan kinerja, pengukuran sikap dsb.
Potret buram ini banyak melanda dalam praktik pendidikan selama ini. Bila hal ini tidak mendapat solusi yang bijak, tampaknya proses pendidikan tidak akan maksimal dan terkesan hanya asal jalan dan apa adanya. Anehnya lagi keberhasilan proses hanya semata-mata diukur berdasar keberhasilan ujian nasional saja. Akibatnya banyak dijumpai siswa lebih percaya pada bimbingan belajar dan meremehkan guru di kelasnya.
Selama ini pengawasan proses pembelajaran juga belum berjalan secara optimal. Peran pengawasan baik melalui pemantauan, suervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut baik oleh kepala sekolah maupun pejabat pengawas belum maksimal. Banyak kepala sekolah yang sibuk dengan dirinya sendiri sehingga tidak ada waktu untuk supervisi dan evaluasi proses pembelajaran. Akibatnya guru hanya berjalan seadanya tanpa motivasi yang berarti. Peran pejabat pengawas juga belum optimal, selama ini terkesan jabatan ini hanya menara gading di kantor dan kurang memberi pantauan.
Proses pendidikan memerlukan sinergitas kompak antara guru, siswa, kepala sekolah, sarana pembelajaran dan suasana kondusif lingkungan pendidikan. Selama komponen ini tidak dimaksimalkan proses pendidikan satuan pendidikan tidak akan mencapai sasaran yang diidam-idamkan. Peran kepala sekolah sangat strategis dalam menggerakkan lokomotif satuan pendidikan. Bila sang masinis pengendali loko sibuk sendiri dan kurang memberi servis, pengawasan dan sentuhan kasih sayang pada kru kereta tampaknya laju kereta akan lambat.
Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau komunitas budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua, atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi.
Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan. Seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut. Misalnya, seseorang yang pindah ke suatu tempat baru, kemudian mempelajari bahasa, budaya, kebiasaan dari masyarakat di tempat baru tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat di tempat itu.
Pendidikan merupakan proses pembudayaan, dan pendidikan juga dipandang sebagai alat untuk perubahan budaya. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal atau proses akulturasi. Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya, tetapi juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidikan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik, dan agama. Namun, pada saat bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya, transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya.

Tidak ada komentar:

IQ

IQ
Sepasang Kekasih

warior

seksi

GAMBAR APIK

GAMBAR APIK
Iklan Sosro

BREBES ISLAMIC CENTER

BREBES ISLAMIC CENTER
pintu masuk