Selamat Datang !

Silahkan Membaca dan berkomentar di blog ini
BEBAS !!!

31 Desember 2011

Wisuda ke-5 STIT Brebes

Sebanyak 290 orang Mahasiswa STIT Tarbiyah Brebes Sabtu (15/10) kemarin bertempat di Aula Rita Mall Tegal diwisuda dan merupakan wisuda kelima dalam tahun ini, sehingga total Alumni STIT Tarbiyah Brebes hingga tahun 2011 sebanyak 1400 orang. Dalam wisuda tersebut Ayu Sundari berhasil meraih nilai tertinggi dengan IPK 3,51 sekaligus menjadi wisudawan terbaik, disusul oleh Siti Julekha dengan IPK 3,50 dan Sodikin IPK 3,50 Ketiga wisudawan tersebut meraih predikat Cumlaude.

Dalam acara wisuda kelima tersebut dihadiri Plt Sekda Kabupaten Brebes, Ir. Heru Pratisto, Sekertaris Kopertais Wilayah X Jawa Tengah Arif Junaedi, M.Ag. Ketua Yayasan Islamic Centre Brebes Drs. KH. Rosyidi, Dosen, Tokoh Agama dan Karyawan serta para orang tua wisudawan/ti.

Ketua STIT Tarbiyah Prof.Dr. H. Muhaimin. MA, mengharap kepada para wisudawan hendaknya menyadari bahwa wisuda bukan merupakan akhir perjalanan untuk mencari ilmu tetapi merupakan starting point dalam kehidupan untuk mendapatkan sa’adah fi al-darain, atau kebahagiaan hidup didunia dan akhirat dan kedepannya kita berharap dan terus berusaha meningkatkan prestasi dengan cara terus memacu peningkatan kualitas dan kuantitas perguruan tinggi yang dipimpinya untuk mengabdikan diri kemasyarakat.

Sementara itu Bupati Brebes yang diwakili Plt Sekda Brebes Ir. Heru pratisto menyampaikan aspresiasinya bahwa STIT Tarbiyah telah tumbuh dan berkembang dengan pesat dan itu dibuktikan dengan perkembangan jumlah mahasiswanya yang dikembangkanya dan berharap STIT Tarbiyah Brebes tidak hanya dikenal dengan jurusan Tarbiyah semata tapi jurusan tersebut kedepan sudah berkembang sesuai dengan lapangan kerja.

Sehingga kita juga mendukung kemajuan STIT Tarbiyah Brebes dari untuk menjadi lebih baik, lebih berkembang, lebih maju dalam mencapai visi dan misinya kedepan, mimpi besar, cita-cita dan tekad STIT Brebes adalah “Dari kabupaten Brebes akan lahir sebuah Perguruan Tinggi Islam yang diperhitungkan,” jelas Plt. Sekda Heru.

12 November 2010

Guru Profesional

Meski saat ini telah lahir Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan yuridis profesi guru, tetapi untuk menjadikan guru di Indonesia sebagai sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya (A True Professional) tampaknya masih perlu dikaji dan direnungkan lebih jauh.
Wikipedia menyebutkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi dari sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya, yakni: (1) academic qualifications – a doctoral or law degree – i.e., university college/institute; (2) expert and specialised knowledge in field which one is practising professionally; (3) excellent manual/practical and literary skills in relation to profession; (4) high quality work in (examples): creations, products, services, presentations, consultancy, primary/other research, administrative, marketing or other work endeavours; (5) a high standard of professional ethics, behaviour and work activities while carrying out one’s profession (as an employee, self-employed person, career, enterprise, business, company, or partnership/associate/colleague, etc.)
Merujuk pada pemikiran Wikipedia di atas, mari kita telaah lebih lanjut tentang guru sebagai seorang profesional. Berdasarkan kriteria yang pertama, seorang guru bisa dikatakan sebagai seorang profesional yang sejatinya apabila dia memiliki latar belakang pendidikan sekurang-sekurangnya setingkat sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa untuk dapat memangku jabatan guru minimal memiliki kualifikasi pendidikan D4/S1. Ketentuan ini telah memacu para guru untuk berusaha meningkatkan kualiafikasi akademiknya, baik atas biaya sendiri maupun melalui bantuan bea siswa pemerintah. Walaupun, dalam beberapa kasus tertentu ditemukan ketidakselarasan dan inkonsistensi program studi yang dipilihnya. Misalnya, semula dia berlatar belakang D3 Bimbingan dan Konseling tetapi mungkin karena alasan-alasan tertentu yang sifatnya pragmatis, dia malah melanjutkan studinya pada program studi lain.
Terkait dengan kriteria kedua, guru adalah seorang ahli. Sebagai seorang ahli, maka dalam diri guru harus tersedia pengetahuan yang luas dan mendalam (kemampuan kognisi atau akademik tingkat tinggi) yang terkait dengan substansi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dia harus sanggup mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diampunya. Misalnya, seorang guru Biologi harus mampu menjelaskan, mendeskripsikan, memprediksikan dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan Biologi, walaupun dalam hal ini mungkin tidak sehebat ahli biologi (sains).
Selain memiliki pengetahuan yang tinggi dalam substansi bidang mata pelajaran yang diampunya, seorang guru dituntut pula untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul dalam bidang pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik), seperti: keterampilan menerapkan berbagai metode dan teknik pembelajaran, teknik pengelolaan kelas, keterampilan memanfaatkan media dan sumber belajar, dan sebagainya. Keterampilan pedagogik inilah yang justru akan membedakan guru dengan ahli lain dalam bidang sains yang terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik ini, di samping memerlukan bakat tersendiri juga diperlukan latihan secara sistematis dan berkesinambungan.
Lebih dari itu, seorang guru tidak hanya sekedar unggul dalam mempraktikkan pengetahuanya tetapi juga mampu menuliskan (literary skills) segala sesuatu yang berhubungan bidang keilmuan (substansi mata pelajaran) dan bidang yang terkait pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat laporan penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya. Inilah kriteria yang ketiga dari seorang profesional.
Kriteria keempat, seorang guru dikatakan sebagai profesional yang sejatinya manakala dapat bekerja dengan kualitas tinggi. Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service). Pelayanan yang berkualitas dari seorang guru ditunjukkan melalui kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa.
Kepuasaan utama siswa selaku pihak yang dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar dan terkembangkannya segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui proses pembelajaran yang mendidik. Untuk bisa memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan kesungguhan dan kerja cerdas dari guru itu sendiri.
Kritera terakhir, seorang guru dikatakan sebagai seorang profesioanal yang sejati apabila dia dapat berperilaku sejalan dengan kode etik profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi. Beberapa produk hukum kita sudah menggariskan standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Guru profesional yang sejatinya tentunya tidak hanya sanggup memenuhi standar secara minimal, tetapi akan mengejar standar yang lebih tinggi. Termasuk dalam kriteria yang kelima adalah membangun rasa kesejawatan dengan rekan seprofesi untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode etik profesi.
Berdasarkan uraian di atas, ada sebuah refleksi bagi saya dan mungkin juga Anda. Bahwa untuk menjadi guru dengan predikat sebagai profesional yang sejati tampaknya tidaklah mudah, tidak cukup hanya dinyatakan melalui selembar kertas yang diperoleh melalui proses sertifikasi. Tetapi betapa kita dituntut lebih jauh untuk terus mengasah kemampuan kita secara sungguh-sungguh guna memenuhi segenap kriteria yang telah dikemukakan di atas, yang salah satunya dapat dilakukan melalui usaha belajar dan terus belajar yang tiada henti.
Jika tidak, maka kita mungkin hanya akan menyandang predikat sebagai “guru-guruan”, alias pura-pura menjadi guru atau malah mungkin menjadi guru gadungan yang justru akan semakin merusak dan membahayakan pendidikan. Semoga saya dan Anda sekalian tidak termasuk kategori yang satu ini dan mari belajar !

Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.


Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6) melaksanakan kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker (1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy)..
Membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm, 1991).
Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya.
Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision.
Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).

10 November 2010

Khilafiyah Bacaan Fatihah dan Basmalah Sebelum Fatihah di Dalam Sholat

1. Menurut pendapat Imam Hanafi : Membaca Fatihah dalm shalat tidak di haruskan, beliau mengambil dasar dari Q.S. Muzammil ayat 20 :

Artinya : “ Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an”.
Menurut beliau membaca Fatihah itu hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama, sedangkan pada rakaat berikutnya boleh membaca Fatihah, boleh tidak membaca Fatihah, bisa juga diganti dengan bacaan tasbih .
Menurut beliau boleh meninggalkan basmalah sebelum Fatihah, karena menurut beliau basmalah tidak termasuk bagian dari surat Fatihah. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras ataupun pelan.
Beliau mengambil dasar hadist Nabi :


Artinya : Dan dari Anas r.a Bahwasanya Nabi SAW dan Abu Bakar adalah mereka memulai shalat dengan Alhamdulillaahi Rabbil’Aalamiin. ( H.R. Muttafaq’Alaih )
Dalam Riwayat Muslim terdapat tambahan :


Artinya : “ Tidaklah mereka ( Nabi SAW dan Abu Bakar ) menyebut ( membaca ) Bismillaahir rahmaanir rahiim pada awal membacanya”.
Dalam hadist lain menyebutkan : Abu Sa’id bin Mu’alla berkata, “ Pada suatu hari aku sedang shalat di Masjid, aku dipanggil Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda : “ Aku akan mengajarkanmu sebuah surat yang teragung di dalam Al-Qur’an sebelum enkau keluar dari Masjid”. Aku bertanya : “ Surat apakah itu wahai Rasulullah?”. Rasulullah kembali bersabda : “ ( Ia adalah surat ) Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin. Ia tujuh ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” ( H.R. Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’I )
Dalam hadist lain disebutkan : Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda : “ Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-Sab’ul Matsani, Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ash-Sholat, Asy-Syifa’ dan Ar-Ruqyah”.
2. Menurut Imam Safi’i : Membaca Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat, baik pada dua rakaat pertama maupun pada rakaat berikutnya, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Menurut beliau Basmalah merupakan bagian dari surat Fatihah yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Dan harus dibaca dengan suara keras.
Beliau mengambil dasar dari hadits :






Artinya : Dan dari Nu’man Al-Mujmur ia berkata : “ Pernah aku shalat di belakang Abu Huarirah, maka ia membaca “ Bismillaahi rahmaanir rahiim”, kemudian dibacanya Ummul Qur’an”. ……….Kemudian ia berkata sesudah salam : “ Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya sesungguhnya aku menjelaskan sesuatu shalat yang serupa dengan Rasulullah SAW. ( H.R. Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah ).
Dalam hadits lain disebutkan :




Artinya : Dan dari Abu Hurairah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : “ Bila kamu membaca Fatihah maka hendaklah membaca “ Bismillaahir rahmaanir rahiim”, karena Bismillaahir rahmaanir rahiim adalah salah asatu ayatnya ( fatihah )”. ( H.R. Daruquthni ).

3. Menurut Imam Maliki : Membaca Fatihah itu wajib pada setiap rakaat, baik dua rakaat pertama maupun rakaat berikutnya, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Namun menurut beliau Basmalah bukan termasuk bagian ayat surat Fatihah, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.

4. Menurut Imam Hambali : Membaca Fatihah Wajib pada setiap rakaat, baik dua rakaat pertama maupun rakaat berikutnya, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Menurut beliau Basmalah merupakan bagian dari surat Fatihah, tetapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan tidak boleh dengan suara keras. Dalam ini beliau mengambil dasar hadits riwayat Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah :

Artinya : “ Tidak menjaharkan ( mengeraskan suara ) akan Bismillaahir rahmaanir rahiim”.

Refrensi :
 Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, “ Fiqih Lima Mazhab: Ja’far, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali”/ Muhammad Jawad Mughniyyah; Lentera, Jakarta: 2000, Cet. 5.
 H. Idris Achmad. BA, “ Tauhidhul Maram “, Pustaka Azam Djakarta; 1969
 DR. Ahmad Hatta, MA, “ Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul & Terjemah”, Maghfirah Pustaka, Jakarta;2009

30 Maret 2010

PERADABAN ISLAM DAN BARAT

Anggapan bahwa kebudayaan Barat lebih unggul dibanding peradaban Islam telah lama ada dalam benak sebagian ummat Islam, dan akhir-akhir ini anggapan itu terasa semakin kuat sehingga mereka menganggap Islam perlu belajar dari Barat dalam segala hal, bahkan termasuk dalam memahami Islam. Sementara itu terdapat pula kalangan ummat Islam yang bersikap sebaliknya, yaitu menganggap kebudayaan Barat tidak sesuai dengan peradaban Islam dan segala sesuatu yang berasal dari Barat harus ditolak, padahal orang-orang ini pada saat yang sama sedang menikmati hasil kepesatan teknologi Barat yang dimanfaatkan oleh hampir seluruh Negara di dunia. Kedua anggapan diatas sama ekstrimnya dan sudah dapat diduga bahwa keduanya tidak berangkat dari pemahaman yang akurat tentang peradaban Islam dan kebudayaan Barat.

Kebudayaan Barat & Problem ummat Islam
Kebudayaan Barat (Western Civilization), sejarahnya, adalah warisan yang dikembangkan oleh bangsa Eropah dari akar kebudayaan Yunani kuno, yang kaya dengan konsep filsafat, ilmu pengetahuan, politik, pendidikan dan kesenian, yang dicampur dengan kebudayaan Romawi yang terkenal dengan rumusan undang-undang dan hukum serta prinsip ketatanegaraan, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa Eropah, khususnya bangsa Jerman, Inggeris dan Perancis. Agama Kristen yang tersebar ke Eropah justru lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat daripada mempengaruhi, sehingga dalam agama ini unsur-unsur kepercayaan Yunani kuno, Rumawi, Mesir dan Persia. Inilah agama satu-satunya yang pusat asalnya berpindah, yaitu dari Yerussalam ke Roma, Italy. Ini pertanda bahwa agama ini telah diambil alih oleh bangsa Eropah. Jadi kebudayaan Barat bukan berdasarkan pada agama Kristen, ia adalah kebudayaan yang berdasarkan pada filsafat.
Oleh sebab itu perlu dicatat disini adalah bahwa kepesatan perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tidak berangkat dari ajaran agama. Ia adalah kebudayaan yang bersendikan pandangan hidup sekuler. Pengaruh gelombang kebudayaan Barat melalui kolonialisme dan imperialisme telah membawa dampak yang cukup serius terhadap negara-negara dunia ketiga yang terjajah. Pandangan hidupnya yang sekuler dan kultural itu mengandung elemen-elemen yang efektif merubah atau sekurang-kurangnya mengacaukan pandangan hidup masyarakat yang menjadi obyek westernisasi.
Gelombang modernisme ini mengingatkan kita pada gelombang Hellenisme yang mengepakkan sayapnya ke berbagai pusat kebudayaan dunia masa itu, termasuk ke dalam peradaban Islam. Dan untuk itu perlu dibandingkan bagaimana kondisi ummat Islam ketika gelombang itu melanda mereka. Di zaman Hellenisme ummat Islam memiliki kemampuan dan kekuatan konseptual untuk mengadapsi atau mengislamkan filsafat Yunani. Kekuatan konseptual itu untuk mengadapsi itu tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang berakar pada pandangan hidup Islam (Islamic worldview). Sedangkan di zaman modern-postmodern ini ummat Islam tidak memiliki kekuatan seperti dizaman menyebarnya gelombang Hellenisme.
Mengapa ummat Islam dizaman sekarang ini tidak mempunyai kekuatan itu lagi? Jawabannya sungguh kompleks yang intinya berkisar pada problem ilmu pengetahuan dan hal-hal yang diakibatkannya dalam bentuk lingkaran setan. Jika sebab-sebab itu ditelusur dari sejak kejatuhan Baghdad dan kelemahan kekuasaan politik Islam di berbagai pelosok dunia, dampak yang mendasar adalah timbulnya problem Ilmu. Kondisi politik saat itu tidak kondusif untuk pengembangan ilmu, banyak ulama yang harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga struktur masyarakt tidak lagi mendukung untuk kelanjutan tradisi intelektual. Meskipun kegiatan dalam skala kecil masih dapat terus berlangsung hingga kini.
Jika kita lacak dari problem ilmu yang berarti juga problem pendidikan maka akibat langsungnya adalah rendahnya kualitas pemimpin dan kondisi politik Islam yang akhirnya juga kembali lagi berdampak kepada proses pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat. Terlepas dari mana kita mencari sebab sebab utama kelemahan ummat, tapi yang jelas situasi yang tidak kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu telah mengakibatkan lemahnya penguasaan ummat Islam terhadap konsep-konsep sentral dan fundamental yang digali dari dalam ajaran dan pandangan hidup Islam.
Selain jawaban dari kondisi internal ummat Islam, terdapat pula bukti-bukti adanya faktor eksternal yang menjadi penyebab kelemahan ummat. Selain sebab invasi militer yang kasat mata, juga terdapat sebab non-fisik yang mempengaruhi pemikiran ummat Islam. Sebab-sebab itu tidak lain dari pemikiran Barat yang merasuk kedalam dan merusak pemikiran ummat Islam melalui berbagai bentuk dan medium. Dalam bidang pendidikan, misalnya, konsep pendidikan sekuler yang dibawa bersama dengan proses penjajahan membawa serta penyebaran prinsip-prinsip ilmu, filsafat dan pandangan hidup Barat; tradisi-tradisi kebudayaan sekuler disebarkan melalui medium hiburan, nilai-nilai postmodernisme dengan konsep liberalismenya dibawa bersama dengan konsep pasar bebas, teknologi informasi dan pemikiran filsafat.
Dalam bidang pemikiran Islam kajian Orientalisme memang sudah lama dikenal sebagai kajian atau pemikiran Islam ala Barat, yang tidak saja sarat dengan "religious prejudice" tapi juga diwarnai oleh mind-set up yang sekuler dan cara brefikir yang dikotomis. Bagi cendekiawan Muslim yang tidak memiliki framework kajian Islam yang mapan dan juga tidak mempunyai pemahaman yang jeli tentang karakter berfikir dikotomis Barat, tentu akan mengagumi pemikiran para orientalis itu dan serta merta memakainya dalam pemikiran keagamaan mereka. Karena memang teknik penulisan para Orientalis itu benar-benar mengikuti standar ilmiah. Tapi bukankah kebohongan dan kepalsuan itu juga dapat terjadi dalam dunia ilmiah?
Kini jelaslah bahwa berbeda dari kondisi ummat dizaman gelombang Hellenisme, dizaman modern-postmodern ini kondisi ummat Islam sangat lemah, khususnya dibidang ilmu pengetahuan. Dalam kondisi yang lemah inilah arus pemikiran Barat telah masuk kedalam pemikiran ummat Islam melalui berbagai bidang kehidupan dan keilmuan, sehingga konsep-konsep mereka merembes kedalam pemikiran ummat Islam tanpa proses adaptasi secara konseptual. Akibatnya, konsep-konsep Islam dan Barat difahami secara tumpang tindih (overlapp) dalam skala luas. Bahkan diantara kalangan muda Muslim ada yang beranggapan bahwa Islamisasi adalah sekularisasi. Ketika konsep-konsep dari kedua kebudayaan itu telah dianggap sama, maka masyarakat Muslim terkondisi untuk menyimpulkan bahwa "antara Islam dan Barat tidak ada perbedaan yang berarti"; "keduanya adalah produk manusia dan untuk kebaikan nasib ummat manusia"; "tidak semua yang dari Barat harus kita tolak", "agar dapat maju Islam harus belajar dari Barat" dan ungkapan-ungkapan kesimpulan yang serupa.
Persoalannya kesimpulan-kesimpulan yang menganggap Barat adalah sama dengan Islam itu timbul dari pikiran ummat Islam disaat mereka berada pada kondisi yang lemah secara konseptual dan dari pemahaman yang kurang akurat tentang esensi kebudayaan Barat. Dalam situasi seperti ini apa yang diperlukan adalah ekposisi secara apa adanya tentang hakekat pandangan hidup Barat yang menjadi dasar kebudayaannya. Karya Prof.Dr.S.M.N.al-Attas, yang berjudul "Risalah Untuk Kaum Muslimin", menjelaskan dengan sangat komprehensif esensi kebudayaan Barat dan perbedaannya dengan Islam.
Oleh karena itu terapi yang tepat untuk membangun peradaban Islam adalah melalui pembenahan dalam bidang ilmu pengetahuan dimana konsep-konsep yang asli Islam digali kembali. Disinilah konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontemporer merupakan jawaban yang tepat untuk menghadapi arus modernisme, sekularisme, liberalisme dan lain-lain yang berasal dari Barat.

Peradaban Islam
Berbeda dari kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat, peradaban Islam berlandaskan pada agama Islam yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Esensi peradaban Islam dapat ditelusur melalui kajian konsep-konsep kunci didalamnya, seperti 'ilm, 'amal, adab, din dan sebagainya. Berfikir dan berilmu dalam Islam adalah kewajiban yang sama derajatnya dengan kewajiban beramal saleh, bahkan iman merupakan sesuatu yang concomitant pada kesemua kegiatan berfikir dan beramal, dalam artian keberadaan yang satu tidak sempurna tanpa disertai oleh yang lain. Proses psikologis dan psikis yang terpadu ini sudah di set dalam diri manusia sebagai potensialitas yang jika diaktualisasikan secara proporsional ia akan memenuhi tujuan penciptaannya sebagai sebaik-baik makhluk Tuhan (ahsunu taqwim) dan sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang paling hina (asfala safilin). Di Barat berfikir rasional yang membawa kepada doktrin rasionalisme tidak memiliki dimensi iman dan amal. Lagipun, konsep akal bukan sekedar bermakna mind, ia meliputi qalb, fuad, bashar, aql dan sebagainya; dan karena itu konsep berfikir dalam Islam bukan sekedar bermakna reasoning dalam pengertian Barat, tapi lebih kaya dari itu dan meliputi unsur-unsur kejiwaan yang lebih menyeluruh seperti tafakkur, tadabbur, ta'aqqul.
Konsep berfikir ini juga berkaitan dengan konsep 'ilmu yang merupakan pemberian Allah Yang Maha Suci kepada manusia. Jika rasionalitas adalah esensi Islam, maka para filosof Barat yang menjunjung prinsip rasionalitas itu dapat disebut Ulama yang dapat dipastikan takut kepada Allah (yakhshallah),

IQ

IQ
Sepasang Kekasih

warior

seksi

GAMBAR APIK

GAMBAR APIK
Iklan Sosro

BREBES ISLAMIC CENTER

BREBES ISLAMIC CENTER
pintu masuk