Selamat Datang !

Silahkan Membaca dan berkomentar di blog ini
BEBAS !!!

30 Maret 2010

PERADABAN ISLAM DAN BARAT

Anggapan bahwa kebudayaan Barat lebih unggul dibanding peradaban Islam telah lama ada dalam benak sebagian ummat Islam, dan akhir-akhir ini anggapan itu terasa semakin kuat sehingga mereka menganggap Islam perlu belajar dari Barat dalam segala hal, bahkan termasuk dalam memahami Islam. Sementara itu terdapat pula kalangan ummat Islam yang bersikap sebaliknya, yaitu menganggap kebudayaan Barat tidak sesuai dengan peradaban Islam dan segala sesuatu yang berasal dari Barat harus ditolak, padahal orang-orang ini pada saat yang sama sedang menikmati hasil kepesatan teknologi Barat yang dimanfaatkan oleh hampir seluruh Negara di dunia. Kedua anggapan diatas sama ekstrimnya dan sudah dapat diduga bahwa keduanya tidak berangkat dari pemahaman yang akurat tentang peradaban Islam dan kebudayaan Barat.

Kebudayaan Barat & Problem ummat Islam
Kebudayaan Barat (Western Civilization), sejarahnya, adalah warisan yang dikembangkan oleh bangsa Eropah dari akar kebudayaan Yunani kuno, yang kaya dengan konsep filsafat, ilmu pengetahuan, politik, pendidikan dan kesenian, yang dicampur dengan kebudayaan Romawi yang terkenal dengan rumusan undang-undang dan hukum serta prinsip ketatanegaraan, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa Eropah, khususnya bangsa Jerman, Inggeris dan Perancis. Agama Kristen yang tersebar ke Eropah justru lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat daripada mempengaruhi, sehingga dalam agama ini unsur-unsur kepercayaan Yunani kuno, Rumawi, Mesir dan Persia. Inilah agama satu-satunya yang pusat asalnya berpindah, yaitu dari Yerussalam ke Roma, Italy. Ini pertanda bahwa agama ini telah diambil alih oleh bangsa Eropah. Jadi kebudayaan Barat bukan berdasarkan pada agama Kristen, ia adalah kebudayaan yang berdasarkan pada filsafat.
Oleh sebab itu perlu dicatat disini adalah bahwa kepesatan perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tidak berangkat dari ajaran agama. Ia adalah kebudayaan yang bersendikan pandangan hidup sekuler. Pengaruh gelombang kebudayaan Barat melalui kolonialisme dan imperialisme telah membawa dampak yang cukup serius terhadap negara-negara dunia ketiga yang terjajah. Pandangan hidupnya yang sekuler dan kultural itu mengandung elemen-elemen yang efektif merubah atau sekurang-kurangnya mengacaukan pandangan hidup masyarakat yang menjadi obyek westernisasi.
Gelombang modernisme ini mengingatkan kita pada gelombang Hellenisme yang mengepakkan sayapnya ke berbagai pusat kebudayaan dunia masa itu, termasuk ke dalam peradaban Islam. Dan untuk itu perlu dibandingkan bagaimana kondisi ummat Islam ketika gelombang itu melanda mereka. Di zaman Hellenisme ummat Islam memiliki kemampuan dan kekuatan konseptual untuk mengadapsi atau mengislamkan filsafat Yunani. Kekuatan konseptual itu untuk mengadapsi itu tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang berakar pada pandangan hidup Islam (Islamic worldview). Sedangkan di zaman modern-postmodern ini ummat Islam tidak memiliki kekuatan seperti dizaman menyebarnya gelombang Hellenisme.
Mengapa ummat Islam dizaman sekarang ini tidak mempunyai kekuatan itu lagi? Jawabannya sungguh kompleks yang intinya berkisar pada problem ilmu pengetahuan dan hal-hal yang diakibatkannya dalam bentuk lingkaran setan. Jika sebab-sebab itu ditelusur dari sejak kejatuhan Baghdad dan kelemahan kekuasaan politik Islam di berbagai pelosok dunia, dampak yang mendasar adalah timbulnya problem Ilmu. Kondisi politik saat itu tidak kondusif untuk pengembangan ilmu, banyak ulama yang harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga struktur masyarakt tidak lagi mendukung untuk kelanjutan tradisi intelektual. Meskipun kegiatan dalam skala kecil masih dapat terus berlangsung hingga kini.
Jika kita lacak dari problem ilmu yang berarti juga problem pendidikan maka akibat langsungnya adalah rendahnya kualitas pemimpin dan kondisi politik Islam yang akhirnya juga kembali lagi berdampak kepada proses pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat. Terlepas dari mana kita mencari sebab sebab utama kelemahan ummat, tapi yang jelas situasi yang tidak kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu telah mengakibatkan lemahnya penguasaan ummat Islam terhadap konsep-konsep sentral dan fundamental yang digali dari dalam ajaran dan pandangan hidup Islam.
Selain jawaban dari kondisi internal ummat Islam, terdapat pula bukti-bukti adanya faktor eksternal yang menjadi penyebab kelemahan ummat. Selain sebab invasi militer yang kasat mata, juga terdapat sebab non-fisik yang mempengaruhi pemikiran ummat Islam. Sebab-sebab itu tidak lain dari pemikiran Barat yang merasuk kedalam dan merusak pemikiran ummat Islam melalui berbagai bentuk dan medium. Dalam bidang pendidikan, misalnya, konsep pendidikan sekuler yang dibawa bersama dengan proses penjajahan membawa serta penyebaran prinsip-prinsip ilmu, filsafat dan pandangan hidup Barat; tradisi-tradisi kebudayaan sekuler disebarkan melalui medium hiburan, nilai-nilai postmodernisme dengan konsep liberalismenya dibawa bersama dengan konsep pasar bebas, teknologi informasi dan pemikiran filsafat.
Dalam bidang pemikiran Islam kajian Orientalisme memang sudah lama dikenal sebagai kajian atau pemikiran Islam ala Barat, yang tidak saja sarat dengan "religious prejudice" tapi juga diwarnai oleh mind-set up yang sekuler dan cara brefikir yang dikotomis. Bagi cendekiawan Muslim yang tidak memiliki framework kajian Islam yang mapan dan juga tidak mempunyai pemahaman yang jeli tentang karakter berfikir dikotomis Barat, tentu akan mengagumi pemikiran para orientalis itu dan serta merta memakainya dalam pemikiran keagamaan mereka. Karena memang teknik penulisan para Orientalis itu benar-benar mengikuti standar ilmiah. Tapi bukankah kebohongan dan kepalsuan itu juga dapat terjadi dalam dunia ilmiah?
Kini jelaslah bahwa berbeda dari kondisi ummat dizaman gelombang Hellenisme, dizaman modern-postmodern ini kondisi ummat Islam sangat lemah, khususnya dibidang ilmu pengetahuan. Dalam kondisi yang lemah inilah arus pemikiran Barat telah masuk kedalam pemikiran ummat Islam melalui berbagai bidang kehidupan dan keilmuan, sehingga konsep-konsep mereka merembes kedalam pemikiran ummat Islam tanpa proses adaptasi secara konseptual. Akibatnya, konsep-konsep Islam dan Barat difahami secara tumpang tindih (overlapp) dalam skala luas. Bahkan diantara kalangan muda Muslim ada yang beranggapan bahwa Islamisasi adalah sekularisasi. Ketika konsep-konsep dari kedua kebudayaan itu telah dianggap sama, maka masyarakat Muslim terkondisi untuk menyimpulkan bahwa "antara Islam dan Barat tidak ada perbedaan yang berarti"; "keduanya adalah produk manusia dan untuk kebaikan nasib ummat manusia"; "tidak semua yang dari Barat harus kita tolak", "agar dapat maju Islam harus belajar dari Barat" dan ungkapan-ungkapan kesimpulan yang serupa.
Persoalannya kesimpulan-kesimpulan yang menganggap Barat adalah sama dengan Islam itu timbul dari pikiran ummat Islam disaat mereka berada pada kondisi yang lemah secara konseptual dan dari pemahaman yang kurang akurat tentang esensi kebudayaan Barat. Dalam situasi seperti ini apa yang diperlukan adalah ekposisi secara apa adanya tentang hakekat pandangan hidup Barat yang menjadi dasar kebudayaannya. Karya Prof.Dr.S.M.N.al-Attas, yang berjudul "Risalah Untuk Kaum Muslimin", menjelaskan dengan sangat komprehensif esensi kebudayaan Barat dan perbedaannya dengan Islam.
Oleh karena itu terapi yang tepat untuk membangun peradaban Islam adalah melalui pembenahan dalam bidang ilmu pengetahuan dimana konsep-konsep yang asli Islam digali kembali. Disinilah konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontemporer merupakan jawaban yang tepat untuk menghadapi arus modernisme, sekularisme, liberalisme dan lain-lain yang berasal dari Barat.

Peradaban Islam
Berbeda dari kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat, peradaban Islam berlandaskan pada agama Islam yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Esensi peradaban Islam dapat ditelusur melalui kajian konsep-konsep kunci didalamnya, seperti 'ilm, 'amal, adab, din dan sebagainya. Berfikir dan berilmu dalam Islam adalah kewajiban yang sama derajatnya dengan kewajiban beramal saleh, bahkan iman merupakan sesuatu yang concomitant pada kesemua kegiatan berfikir dan beramal, dalam artian keberadaan yang satu tidak sempurna tanpa disertai oleh yang lain. Proses psikologis dan psikis yang terpadu ini sudah di set dalam diri manusia sebagai potensialitas yang jika diaktualisasikan secara proporsional ia akan memenuhi tujuan penciptaannya sebagai sebaik-baik makhluk Tuhan (ahsunu taqwim) dan sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang paling hina (asfala safilin). Di Barat berfikir rasional yang membawa kepada doktrin rasionalisme tidak memiliki dimensi iman dan amal. Lagipun, konsep akal bukan sekedar bermakna mind, ia meliputi qalb, fuad, bashar, aql dan sebagainya; dan karena itu konsep berfikir dalam Islam bukan sekedar bermakna reasoning dalam pengertian Barat, tapi lebih kaya dari itu dan meliputi unsur-unsur kejiwaan yang lebih menyeluruh seperti tafakkur, tadabbur, ta'aqqul.
Konsep berfikir ini juga berkaitan dengan konsep 'ilmu yang merupakan pemberian Allah Yang Maha Suci kepada manusia. Jika rasionalitas adalah esensi Islam, maka para filosof Barat yang menjunjung prinsip rasionalitas itu dapat disebut Ulama yang dapat dipastikan takut kepada Allah (yakhshallah),

Tidak ada komentar:

IQ

IQ
Sepasang Kekasih

warior

seksi

GAMBAR APIK

GAMBAR APIK
Iklan Sosro

BREBES ISLAMIC CENTER

BREBES ISLAMIC CENTER
pintu masuk