Selamat Datang !

Silahkan Membaca dan berkomentar di blog ini
BEBAS !!!

12 November 2010

Guru Profesional

Meski saat ini telah lahir Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan yuridis profesi guru, tetapi untuk menjadikan guru di Indonesia sebagai sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya (A True Professional) tampaknya masih perlu dikaji dan direnungkan lebih jauh.
Wikipedia menyebutkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi dari sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya, yakni: (1) academic qualifications – a doctoral or law degree – i.e., university college/institute; (2) expert and specialised knowledge in field which one is practising professionally; (3) excellent manual/practical and literary skills in relation to profession; (4) high quality work in (examples): creations, products, services, presentations, consultancy, primary/other research, administrative, marketing or other work endeavours; (5) a high standard of professional ethics, behaviour and work activities while carrying out one’s profession (as an employee, self-employed person, career, enterprise, business, company, or partnership/associate/colleague, etc.)
Merujuk pada pemikiran Wikipedia di atas, mari kita telaah lebih lanjut tentang guru sebagai seorang profesional. Berdasarkan kriteria yang pertama, seorang guru bisa dikatakan sebagai seorang profesional yang sejatinya apabila dia memiliki latar belakang pendidikan sekurang-sekurangnya setingkat sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa untuk dapat memangku jabatan guru minimal memiliki kualifikasi pendidikan D4/S1. Ketentuan ini telah memacu para guru untuk berusaha meningkatkan kualiafikasi akademiknya, baik atas biaya sendiri maupun melalui bantuan bea siswa pemerintah. Walaupun, dalam beberapa kasus tertentu ditemukan ketidakselarasan dan inkonsistensi program studi yang dipilihnya. Misalnya, semula dia berlatar belakang D3 Bimbingan dan Konseling tetapi mungkin karena alasan-alasan tertentu yang sifatnya pragmatis, dia malah melanjutkan studinya pada program studi lain.
Terkait dengan kriteria kedua, guru adalah seorang ahli. Sebagai seorang ahli, maka dalam diri guru harus tersedia pengetahuan yang luas dan mendalam (kemampuan kognisi atau akademik tingkat tinggi) yang terkait dengan substansi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dia harus sanggup mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diampunya. Misalnya, seorang guru Biologi harus mampu menjelaskan, mendeskripsikan, memprediksikan dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan Biologi, walaupun dalam hal ini mungkin tidak sehebat ahli biologi (sains).
Selain memiliki pengetahuan yang tinggi dalam substansi bidang mata pelajaran yang diampunya, seorang guru dituntut pula untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul dalam bidang pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik), seperti: keterampilan menerapkan berbagai metode dan teknik pembelajaran, teknik pengelolaan kelas, keterampilan memanfaatkan media dan sumber belajar, dan sebagainya. Keterampilan pedagogik inilah yang justru akan membedakan guru dengan ahli lain dalam bidang sains yang terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik ini, di samping memerlukan bakat tersendiri juga diperlukan latihan secara sistematis dan berkesinambungan.
Lebih dari itu, seorang guru tidak hanya sekedar unggul dalam mempraktikkan pengetahuanya tetapi juga mampu menuliskan (literary skills) segala sesuatu yang berhubungan bidang keilmuan (substansi mata pelajaran) dan bidang yang terkait pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat laporan penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya. Inilah kriteria yang ketiga dari seorang profesional.
Kriteria keempat, seorang guru dikatakan sebagai profesional yang sejatinya manakala dapat bekerja dengan kualitas tinggi. Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service). Pelayanan yang berkualitas dari seorang guru ditunjukkan melalui kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa.
Kepuasaan utama siswa selaku pihak yang dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar dan terkembangkannya segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui proses pembelajaran yang mendidik. Untuk bisa memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan kesungguhan dan kerja cerdas dari guru itu sendiri.
Kritera terakhir, seorang guru dikatakan sebagai seorang profesioanal yang sejati apabila dia dapat berperilaku sejalan dengan kode etik profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi. Beberapa produk hukum kita sudah menggariskan standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Guru profesional yang sejatinya tentunya tidak hanya sanggup memenuhi standar secara minimal, tetapi akan mengejar standar yang lebih tinggi. Termasuk dalam kriteria yang kelima adalah membangun rasa kesejawatan dengan rekan seprofesi untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode etik profesi.
Berdasarkan uraian di atas, ada sebuah refleksi bagi saya dan mungkin juga Anda. Bahwa untuk menjadi guru dengan predikat sebagai profesional yang sejati tampaknya tidaklah mudah, tidak cukup hanya dinyatakan melalui selembar kertas yang diperoleh melalui proses sertifikasi. Tetapi betapa kita dituntut lebih jauh untuk terus mengasah kemampuan kita secara sungguh-sungguh guna memenuhi segenap kriteria yang telah dikemukakan di atas, yang salah satunya dapat dilakukan melalui usaha belajar dan terus belajar yang tiada henti.
Jika tidak, maka kita mungkin hanya akan menyandang predikat sebagai “guru-guruan”, alias pura-pura menjadi guru atau malah mungkin menjadi guru gadungan yang justru akan semakin merusak dan membahayakan pendidikan. Semoga saya dan Anda sekalian tidak termasuk kategori yang satu ini dan mari belajar !

Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.


Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6) melaksanakan kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker (1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy)..
Membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm, 1991).
Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya.
Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision.
Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).

10 November 2010

Khilafiyah Bacaan Fatihah dan Basmalah Sebelum Fatihah di Dalam Sholat

1. Menurut pendapat Imam Hanafi : Membaca Fatihah dalm shalat tidak di haruskan, beliau mengambil dasar dari Q.S. Muzammil ayat 20 :

Artinya : “ Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an”.
Menurut beliau membaca Fatihah itu hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama, sedangkan pada rakaat berikutnya boleh membaca Fatihah, boleh tidak membaca Fatihah, bisa juga diganti dengan bacaan tasbih .
Menurut beliau boleh meninggalkan basmalah sebelum Fatihah, karena menurut beliau basmalah tidak termasuk bagian dari surat Fatihah. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras ataupun pelan.
Beliau mengambil dasar hadist Nabi :


Artinya : Dan dari Anas r.a Bahwasanya Nabi SAW dan Abu Bakar adalah mereka memulai shalat dengan Alhamdulillaahi Rabbil’Aalamiin. ( H.R. Muttafaq’Alaih )
Dalam Riwayat Muslim terdapat tambahan :


Artinya : “ Tidaklah mereka ( Nabi SAW dan Abu Bakar ) menyebut ( membaca ) Bismillaahir rahmaanir rahiim pada awal membacanya”.
Dalam hadist lain menyebutkan : Abu Sa’id bin Mu’alla berkata, “ Pada suatu hari aku sedang shalat di Masjid, aku dipanggil Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda : “ Aku akan mengajarkanmu sebuah surat yang teragung di dalam Al-Qur’an sebelum enkau keluar dari Masjid”. Aku bertanya : “ Surat apakah itu wahai Rasulullah?”. Rasulullah kembali bersabda : “ ( Ia adalah surat ) Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin. Ia tujuh ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” ( H.R. Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’I )
Dalam hadist lain disebutkan : Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda : “ Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-Sab’ul Matsani, Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ash-Sholat, Asy-Syifa’ dan Ar-Ruqyah”.
2. Menurut Imam Safi’i : Membaca Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat, baik pada dua rakaat pertama maupun pada rakaat berikutnya, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Menurut beliau Basmalah merupakan bagian dari surat Fatihah yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Dan harus dibaca dengan suara keras.
Beliau mengambil dasar dari hadits :






Artinya : Dan dari Nu’man Al-Mujmur ia berkata : “ Pernah aku shalat di belakang Abu Huarirah, maka ia membaca “ Bismillaahi rahmaanir rahiim”, kemudian dibacanya Ummul Qur’an”. ……….Kemudian ia berkata sesudah salam : “ Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya sesungguhnya aku menjelaskan sesuatu shalat yang serupa dengan Rasulullah SAW. ( H.R. Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah ).
Dalam hadits lain disebutkan :




Artinya : Dan dari Abu Hurairah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : “ Bila kamu membaca Fatihah maka hendaklah membaca “ Bismillaahir rahmaanir rahiim”, karena Bismillaahir rahmaanir rahiim adalah salah asatu ayatnya ( fatihah )”. ( H.R. Daruquthni ).

3. Menurut Imam Maliki : Membaca Fatihah itu wajib pada setiap rakaat, baik dua rakaat pertama maupun rakaat berikutnya, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Namun menurut beliau Basmalah bukan termasuk bagian ayat surat Fatihah, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.

4. Menurut Imam Hambali : Membaca Fatihah Wajib pada setiap rakaat, baik dua rakaat pertama maupun rakaat berikutnya, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Menurut beliau Basmalah merupakan bagian dari surat Fatihah, tetapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan tidak boleh dengan suara keras. Dalam ini beliau mengambil dasar hadits riwayat Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah :

Artinya : “ Tidak menjaharkan ( mengeraskan suara ) akan Bismillaahir rahmaanir rahiim”.

Refrensi :
 Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, “ Fiqih Lima Mazhab: Ja’far, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali”/ Muhammad Jawad Mughniyyah; Lentera, Jakarta: 2000, Cet. 5.
 H. Idris Achmad. BA, “ Tauhidhul Maram “, Pustaka Azam Djakarta; 1969
 DR. Ahmad Hatta, MA, “ Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul & Terjemah”, Maghfirah Pustaka, Jakarta;2009

IQ

IQ
Sepasang Kekasih

warior

seksi

GAMBAR APIK

GAMBAR APIK
Iklan Sosro

BREBES ISLAMIC CENTER

BREBES ISLAMIC CENTER
pintu masuk